blogku

.

Senin, 14 Januari 2013

Riya Menggugurkan Pahala


Allah SWT menciptakan manusia di permukaan bumi ini adalah untuk mengabdikan diri kepada-Nya. Sebagaimana firman-Nya dalam Al-Qur’an Surat Adz-Zariyat ayat 56 yang berbunyi,“Dan tidaklah  Aku (Allah) jadikan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepada-Ku."  Melihat pengertian ayat tersebut, jelaslah tujuan Allah SWT menciptakan kita ke dunia ini yakni untuk beribadah kepada-Nya. 

Dalam beribadah kepada Allah SWT keikhlasan merupakan kunci utama. Ikhlas dimaksud yaitu ibadah yang dilakukan tidak untuk keinginan yang lain akan tetapi murni untuk mendekatkan diri kepada sang khaliq. Karena melalui keikhlasanlah kemurnian ibadah itu dapat diperoleh.
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus.” (QS. Al-Bayyinah : 5).
Melalui keikhlasan, amalan seseorang akan jernih daripada kekeruhan. Rasulullah SAW bersabda, “Allah tidak akan menerima amal, kecuali amal yang murni untuk-Nya  dan semata-mata untuk mencari ridha-Nya”.
Dalam beribadah kepada Allah SWT, hindarilah yang namanya sifat riya karena ia akan membuat amalan kita menjadi sia-sia, karena ibadah yang dikerjakan bukan karena Allah melainkan untuk kepentingan dunia. Riya dalam beribadah yaitu ibadah yang dilakukan supaya dilihat oleh manusia dengan tujuan agar memperoleh kekuasaan, harta dan pujian.  ”Barang siapa mengerjakan shalat dengan baik ketika dilihat manusia dan mengerjakan shalat dengan sembarangan ketika sendirian, maka yang demikian itu merupakan pelecehan terhadap Tuhannya”. (Al-Hadist).
Dalam sebuah kisah diceritakan : Pada suatu waktu sahur, ada seorang abid sedang membaca Al-Quran, surah "Thaha", di dalam rumahnya yang berhampiran dengan jalan raya. Selesai membaca, dia merasa mengantuk, lalu tertidur. Didalam tidurnya itu dia bermimpi melihat seorang lelaki turun dari langit membawa senaskah Al-Quran.
            Lelaki itu datang menemuinya dan segera membuka kitab suci Al-Qur’an itu di depannya. Dibukanya surah "Thaha" halaman demi halaman dihadapan si abid. Si abid melihat setiap kalimah surah itu dicatatkan kebajikan sebagai pahala bacaannya kecuali satu kalimah sahaja yang catatannya dipadamkan.
            Lalu si abid berkata, "Demi Allah, sesungguhnya telah kubaca seluruh surah ini tanpa meninggalkan satu kalimahpun". "Tetapi kenapakah catatan pahala untuk kalimah ini dipadamkan?"
Lelaki itu berkata "Benarlah seperti katamu itu. Engkau memang tidak meninggalkan kalimah itu dalam bacaanmu tadi. Malah, untuk kalimah itu telah kami catatkan pahalanya, tetapi tiba-tiba kami terdengar suara yang menyeru dari arah 'Arasy : 'Padamkan catatan itu dan gugurkan pahala untuk kalimah itu'. Maka sebab itulah kami segera memadamkannya".
Si abid menangis dalam mimpinya itu dan berkata, "Kenapakah tindakan itu dilakukan?".
"Puncanya adalah engkau sendiri. Ketika membaca surah itu tadi, ada seorang hamba Allah melewati jalan di depan rumahmu. Engkau sadari akan hal itu, lalu engkau meninggikan suara bacaanmu supaya didengar oleh hamba Allah itu. Kalimah yang tiada catatan pahala itulah yang telah engkau baca dengan suara tinggi itu".
Si abid terjaga dari tidurnya. "Astaghfirullahal 'Azhim! Sungguh licin virus riya' menyusup masuk ke dalam qalbuku dan sungguh besar kecelakaannya. Dalam sekelip mata sahaja ibadahku dimusnahkannya. Gumam si abid tersebut dalam hatinya.
Bayangkanlah jika dalam beribadah kepada Allah SWT kita pernah riya, betapa disayangkan amalan tersebut karena tiada dicatat pahalanya. Semoga Allah SWT menjauhkan kita dari sifat riya, Amin Ya Rabbal’alamin.
Referensi :
Said Qayyum. R.M, Suluk di Jalan Allah.
Kumpulan Kisah-Kisah Teladan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar